GRAVIMETRI
A. Judul
: Penentuan Kalsium Dalam Batu Kapur
B. Tujuan
: Mahasiswa Memahami Dan Menguasai Toeri Analisis Gravimetri
Terutama Pada Batu Kapur.
C. Dasar Teori
Kandungan suatu unsur
atau ion dalam suatu cuplikan dapat dianalisis dengan cara gravimetri dengan
merubah unsur dan ion tersebut kedalam suatu bentuk senyawa yang mudah larut
dengan penambahan suatu pereaksi pengendap.
Beberapa kation dan anion dapat dianalisis dengan cara ini. Tetapi tiap kation
maupun anion mempunyai cara-cara khusus yang terkandung pada sifat endapan yang
diperoleh. Untuk analisis gravimetri reaksinya harus stoikiometeri mudah
dipisahkan dari pelarutnya. Rumus kimianya diketahui dengan pasti dan cukup
stabil dalam penyiapan.
Metode gravimetri untuk analisa kuantitatif didasarkan pada stokiometri reaksi
pengendapan, yang secara umum, dinyatakan dengan persamaan :
aA + pP
→Aa Pp
Dimana
a = koefisien reaksi setara dari reaktan analitik (A)
p = koefisien reaksi dari reaktan pengendap (P)
Aa Pp = rumus molekul dari zat kimia hasil reaksi yang tergolong sulit larut
(mengendap).
Misalnya = pengendapan ion Ca2+ dengan menggunakan reaktan
pengendap ion oksalat C2O42- dapat dinyatakan
dengan persamaan reaksi berikut :
O Rx yang menyertai
pengendap = Ca2+ + C2O42- (5)
ORx yang menyertai
pengeringan =CaC2O4(5)→CaO(5)+CO2(9)+CO(9)
Agar pembuatan kuantitas analit dalam metode gravimetri mencapai hasil yang
mendekati nilai sebenarnya, harus dipenuhi criteria berikut:
- proses pemisahan / pengendapan analit dari komponen
lainya berlangsung sempurna.
- Endapan analit yang dihasilkan diketahui dengan tepat
memposisinya dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak bercampur
dangan zat pengatur.
Langkah-langkah dalam
analisa gravimetri adalah sebagai berikut :
- Cuplikan ditimbang dan dilarutakan sehingga
partikel yang akan diendapkan dijadikan ion-ionnya.
- Ditambahkan pereaksi agar terjadi endapan.
- Proses pemisahan endapan / penyaringan endapan.
- Mencuci endapan, cairan pencuci, cara mengerjakan
pencucian, cara memeriksa kebersihan dan mengeringkan endapan.
- Mengabukan kertas saring dan memijarkan endapan.
- Menghitung hasil analisa.
Analisa titrimetri
merupakan satu bagian utama kimia analisis dan perhitungannya berdasarkan
hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia. Analisis titrimetri
didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut:
aA + tT → hasil
dengan a adalah
molekul analit A yang bereaksi dengan t molekul pereaksi T sampel. Pereaksi T,
yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit, biasanya dari dalam
buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Pereaksi T ini
disebut larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses yang
disebut standardisasi. Penambahan titran diteruskan sampai sejumlah T yang
secara kimia setara dengan A, sehingga dikatakan telah tercapai titik
ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui akhir penambahan titran
digunakan suatu zat yang disebut indikator, yang menandai kelebihan titran
dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada
titik ekivalensi. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut
titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir sedekat mungkin ke titik
ekivalensi. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu
merupakan salah satu aspek yang penting dari analisis titrimetri.
Istilah titrasi
merujuk ke proses pengukuran volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik
ekivalensi. Selama bertahun-tahun digunakan istilah analisa volumetri bukannya
titrimetri. Tetapi dari titik pandang yang teliti, lebih disukai istilah
“titrimetri” karena pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi. Misalnya
dalam analisis-analisis tertentu orang mungkin mengukur volume gas.
Dalam menghitung hasil
analisa dibutuhkan faktor gravimetri. Dimana faktor gravimetri adalah jumlah
berat analit dalam 1gr berat endapan. Hasil kali dari endapan P dengan faktor
gravimetri sama dengan berat analit.
Berat analit A = berat
andapan P x faktor gravimetri
Sehingga : % A
=
Presentase berat
analit A terhadap sampel dinyatakan dengan persamaan :
% A = x 100%
Beberapa rumus faktor
gravimetric
Analit yang ditetapkan
: Cl
Bentuk
endapan : Ag Cl
Nilai
factor
: Ar Cl : mr Ag Cl
Atau faktor gravimetri
=
Metode gravimetri
bukanlah metode analisis yang spesifik, sehingga dapat digantikan dengan metode
instrumen modern spektruskopi dan kloromedografi. Metode gravimetri dapat juga
digunakan untuk analisis kuantitatif bahan organik tertntu seperti kolesterol,
pada cerea dan loktosa pada produk susu.
Proses pengendapan
dalam analisis gravimetri
Partikel hasil proses
pengendapan ditentukan oleh proses nukleasi dan pembentukan nukleus. Dalam
analisa gravimetri harus selalu diupayakan agar terdapat endapan yang murni dan
partikel-partikelnya cukup besar sehinggamudah disaring dan dicuci.
|
|
|
|
1). Kemurnian endapan
Endapan yang telah terjadi akan mengandung zat-za pengatur dan itu akan
bergabtung pada sifat endapan dan pada kondisi kondisi dimana endapan itu
terjadi, yang menyebabkan terjadinya kontraminasi dapat terjadi karena adsorpsi
pada permukaan kristal yang berbeda dengan larutan, dan jika luas permukaannya
besar maka juml zat yang terdsopsi bertambah banyak. Kopresipitasi juga
dapat terjadi secara oklusi yaitu zat-zat asing masuk kedalam kristal pada
proses pertumbuhan kristal.
Bila proses pertumbuhan kristal lambat, maka zat pengatur akan larut dan
kristal yang terjadi lebih besar dan murni. Kopresipitasi tidak dapat
dihilangkan dengan pencucian dan untuk mengatasinya dengan endapan itu di
larutkan kembali dan kemudian di endapakan kembali dank arena ion yang
berkontaminasi sekarang konsentrasinya lebih rendah, sehingga endapan lebih
murni. Postpresipitasi yaitu terjadinya endapan kedua pada permukaan endapan
pertama. Hal ini terjadi dengan campuran garam yang sukar larut.
Untuk mendapatkan endapan yang besar dan murni, biasanya endapan di degrasi
(didegest) atau dimatangkan yaitu dengan endapan dibiarkan kontak dengan
larutan induknya selama beberapa jam pada temperature 60-70oC.
2. Menyaring dan
mencuci endapan
Endapan yang disaring dikotori oleh zat-zat yang mudah larut dan harus
dihilangkan dengan cara pencucian endapan. Yang menjadi dasar pada pencucian
adalah :
- dapat melarutkan zat pengotor dengan baik tetapi tidak
melarutkan endapan
- dapat mencegah terjadinya peptisasi pada waktu pencucian
- dapat menyebabkan pertukaran ion-ion yang teradsorpsi
diganti oleh ion lain yang pada pemanasan dapat menguap
- endapan yang terjadi dapat disaring dengan kertas
saring bebas abu, cawan penyaring dengan asbes atau penyaring gelas.
3. Penyaring dan Pemanasan
endapan.
Endapan yang terjadi disaring, dicuci, dikeringkan, diabukan, dan dipijarkan
sampai beratnya konstan. Pengeringan endapan untuk menghilangkan air dan zat
yang mudah menguap. Pemijaran untuk merubah endapan itu kedalam suatu senyawa
kimia yang rumusnya diketahui dengan pasti
D. Alat Dan Bahan
E. Prosedur Kerja
F. Perhitungan & Penimbangan
Berat
contoh = 0,2000 gr
Berat endapan 1 =
(berat kertas saring + endapan) – (berat kertas saring kosong 1)
= 0,8983-0,8043 gr = 0,094 gr
Berat endapan 2 =
(berat kertas saring + endapan) – (berat kertas saring kosong 2)
= 0,9767gr – 0,8215 gr = 0,1552 gr
Berat endapan 3 =
(berat kertas saring + endapan) - (berat kertas saring kosong 3)
= 0,9783 gr – 0,8028 gr = 0,1755 gr
Berat endapan rata-rata =
Mencari faktor
gravimetri =
% Ca dalam CaCO3
=
=
Jadi, Ca dalam CaCO3
adalah 28,32%
G. Pembahasan
Dalam percobaan ini digunakan analisis gravimetri kandungan suatu unsur atau
ion dalam suatu cuplikan dapat dianalisa dengan cara gravimetri dengan merobah
unsur atau ion tersebut kedalam suatu bentuk senyawa yang mudah larut dengan
penambahan pereaksi pengendap.hal ini dilakukan pada percobaan ini adalah akan
ditetapkan atau menentukan kadar kaslium dalam batu kapur, dimana batu kapur
yang digunakan dalam kaput tulis atau kapur gunung.
Langkah yang harus pertama dilakukan adalah sediakan kapur tulis yang telah dihaluskan
dengan lumpang dan alu kemudian ditambahkan larutan HCl 0,1 m sampai larut
sempurna (tidak terbentuk gas) kemudian dipanaskan sampai 1 70-80oc
dipanaskan air dan ditambahkan amonium oksalat (NH4)2CO3
1 ml kemudian dipanaskan lagi selama 1 jam setelah itu terbentuk endapan.
Endapan itu disaring dengan kertas saring yang diketahui bobotnya.
Dan endapan itu dicuci dengan menggunakan aquades berulang-ulang sehingga
tinggal endapanya. Endapan tersebut dapat dicuci dengan diuji kualitatif dengan
menggunakan pereaksi pengendap BaCl2 untuk menghilangkan anion klor
dan AgNo3 0,1m, HNO3 0,1m dan HCl 0,1 m untuk
menghitungkan anion SO4 di dalam endapan tersebut.
Setelah diuji kualitatif, ternyata setelah dicuci larutan BaCl2 yang
terjadi endapan putih yang menandahkan kapur tulis banyak mengandung anion SO4-2
sebaliknya ditambahkan larutan AgNO3 0,1m dan HNO3 0,1m
terdapat endapan putih banyak mengandung anion Cl-
Berikut ini
reaksi-reaksi yang terdapat pada percobaan ini :
1. asam klorida
encer : terjadi penguraian dengan berbuih, karena karbon dioksida
dilepaskan : CO32 + 2H+→CO2↑+ H2O
Gas ini dapat identifikasi dari sifatnya yang mengarahkan air kapur (air burit)
:
CO2 + CO2+
+ 2OH-→CaCO3↓ + H2O
CO2 + Ba2+
+ 2OH-→BaCO3↓ + H2O
HCl encer + kapur
terjadi kekeruhan yang dihasilkan menunjukan adanya karbonat. Kekeruhan itu
berlahan-lahan hilang akibat terbentuknya hydrogen karbonat yang larut CaCO3↓
+ CO2→Ca2++ 2HCO3-
2. larutan Barium
klorida (kalsium klorida) : terjadi endapan putih barium (atau kalsium)
karbonat :
CO32-+Ba2+→ BaCO3↓
CO32-+Ca2+→ CaCO3↓
Hanya karbonat-karbonat normal yang bereaksi hydrogen kabonat tidak bereaksi.
Endapan larut dalam asam mineral dan asam karbonat.
BaCO3 + 2H+→ Ba2+ + CO2↑ + H2O
BaCO3 + CO2 + H2O→Ba2+ 2HCO3-
3 Larutan praknitrat =
endapan putih perak karbonat:
CO32- + 2Ag + →Ag2+ CO3↓
Endapan larut dalam
asam nitrat, da dalam ammonia
Ag2CO3 + 2H+ →2Ag + + CO2↑CO2
Ag2CO3
+ 4NH3 →2 [Ag (NH3)2]+ + CO32-
Endapan menjadi kuning atau coklat dengan penambahan reagen yang berlebuhan.
Karena terbentuknya perak oksida, hal yang sama terjadi jika campuran
dididihkan : Ag2CO3↓→Ag2O↓ + CO2 ↑
Ketika kapur tulis
dihaluskan ditimbang dengan berat 0,2000 gr. Kemudian dimasukkan kedalam gelas
kimia dan ditambahkan larutan 0,1m HCl 0,1m agar terjadi endapan. Setelah
setelah itu, dipanaskan diatas pemanas air dengan suhu ± 70-80oc
kemudian ditambahkan larutan (NH4)2CO3, lalu
dipanaskan kembali. Pada saat penambahan Hcl encer terbentuk endapan pertama,
sedangkan pada penambahan (NH4)2 CO3 terbentuk
endapan kedua. Pada saat penambahan HCl encer pada endapan pertambahan zat
pengotor mengendap bersama-sama endapan ynag di inginkan, sedangkan pada
pengendapan kedua zat pengotor mengendap setelah selesainya pengendap atau
terjadinya endapan kedua pada permukaan endapan pertama. Setelah itu langkah
berikutnya menyaring dn mencuci endapan. Endapan tersebut dicuci dengan aquades
berulang-ulang dengan menggunakan botol semprot, air cucian diuji secara
kualitatif dengan menambahkan pereaksi pengendap BaCl2, AgNO3,
HNO3 dan HCl masing-masing mempunyai konsenrtrasi 0,1 m.
Setelah diuji, ternyat positif mengandung anion SO42-
dengan menambahkan larutan BaCl2 dan Hcl positif mengandung anion Cl-
pada pemambahan Agno3 dan HNO3. air cucian dicuci
berulang-ulang dengan menggunakan larutan BaCl2 samapai tidak
terdapat zat pengotor. Setealah itu endapan yang tersisah pada kertas saring
dikeringkan di dalam oven ± 100oC, stelah itu didinginkan di
dalam eksikator kemudian ditimbang.
Tujuan dilakukan pengeringan dan pemijaran (pemanasan) adalah :
- Pengeringan endapan untuk menghilangkan air dan zat
yang mudah menguap
- Pemijaran untuk merubah endapan itu kedalam suatu
senyawa kimia yang rumusnya diketahui dengan pasti
Proses pemijaran
dilakukan karena analisis gravimetri reaksinya harus stokiometri mudah
dipisahkan dari pelarutnya rumus kimia diketahui dengan pasti dan cukup stabil
dalam penyimpanan.
Analisa titrimetri
merupakan satu bagian utama kimia analisis dan perhitungannya berdasarkan
hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia. Analisis titrimetri
didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut:
aA + tT → hasil
dengan a adalah
molekul analit A yang bereaksi dengan t molekul pereaksi T sampel. Pereaksi T,
yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit, biasanya dari dalam
buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Pereaksi T ini
disebut larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses yang
disebut standardisasi. Penambahan titran diteruskan sampai sejumlah T yang
secara kimia setara dengan A, sehingga dikatakan telah tercapai titik
ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui akhir penambahan titran
digunakan suatu zat yang disebut indikator, yang menandai kelebihan titran
dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada
titik ekivalensi. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut
titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir sedekat mungkin ke titik
ekivalensi. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu
merupakan salah satu aspek yang penting dari analisis titrimetri.
Istilah titrasi
merujuk ke proses pengukuran volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik
ekivalensi. Selama bertahun-tahun digunakan istilah analisa volumetri bukannya
titrimetri. Tetapi dari titik pandang yang teliti, lebih disukai istilah
“titrimetri” karena pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi. Misalnya
dalam analisis-analisis tertentu orang mungkin mengukur volume gas.
H.Kesimpulan
Dari hasil pembahasan atau praktikum yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan
yaitu : bahwa di dalam batu kapur terdapat kalsium yang ditentukan secara
analisis gravimetri metode pengendapan dengan 28,32%.
I. Kemungkinan Kesalahan
a. Kurangnya
konsentrasi prakiktkan selama proses praktikum berlangsung
b. Kurang teliti dalam
mencampurkan larutan
c. Kurang teliti dalam
hal penimbangan baik kertas saring, endapan,
d. Kurang teliti dalam
membaca suhu pada termometer.
DAFTAR PUSTAKA
Teaching, Team. 2008.
Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. UNG : Gorontalo
Day RA. Jr dan Al
Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga
P.Lukum, Astin. . 2005.
Bahan Ajar Dasar- dasar Kimia Analitik. UNG : Gorontalo
Tujuan : Menentukan kadar atau konsentrasi larutan
asam dengan larutan basa yang
sudah diketahui konsentrasinya atau sebaliknya.
Dasar Teori
Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia
seperti.
aA + tT
produk
dimana a molekul
analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. reagen T yang disebut titran,
ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental), biasanya dari dalam
buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya
diketahui.
(Khopkar, 1984)
Salah satu contoh metode analisis titrimetri adalah digunakan pada reaksi
asam-basa. Tirasi asam basa merupakan teknikyang banyak digunakan untuk
menetapkan secara tepat konsentrasinya dari suatu larutan asam atau basa.
Titrasi ini pada dasarnya merupakan reaksi penetralan dan biasa juga disebut
aside-alkalimetri. Jika larutan ng asam disebut asidimetri dan jika larutan
bakunya adalah basa disebut alaklimetri. Dalam titrasi asam basa, jumlah
relative asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen ditentukan
dengan perbandingan jumlah mol asam (H+) dan jumlah mol basa (OH-)
yang bereaksi.
Misalanya:
HCl + NaOH
NaCl + H2O
Reaksi ionnya:
H3O+ + OH-
H2O
Pada saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan
menyebabkan perubahan pH yang sangat besar. Perubahan pH yang besar ini
seringkali dideteksi dengan zat yang disebut indicator, yaitu suatu senyawa
organic yang akan berubah warnanya dalam rentang pH tertentu.
(Astin Lukum, 2005)
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku
basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan
menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai
titrasi asam-basa.
Titrasi adalah proses
mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam
larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau
dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen
perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati,
karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal
ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik
akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana
penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna
indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau
volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering
digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang
keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi
oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima
yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah
sebagai berikut :
- Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH
sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
- Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA
sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ =
H2O
Dari kedua reaksi di
atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi
penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri
dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa
kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan
basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat
digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk
akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati.
Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku
elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
(Underwood, 1986)
Perhitungan titrasi
asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika
bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama
dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek
(garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),
Maka pada titik
ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau
V1 + N1 = V2 + N 2
Untuk asam berbasa
satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1
M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1
N.
2. Berdasarkan
koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi
:
2 NaOH + (COOH)2→(COONa)
+ H2O
(COOH)2 = 2
NaOH
Jika M1 adalah
molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah
molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2,
maka :
V1 M1
2
------- = ---
V1 M1 x 1 = V2 M
2 x 2
V2 M
2 1
Oleh sebab itu :
V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x
Larutan yang
mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu
dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer
adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat
bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar
primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
- Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah
dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
- Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga
sesatan penimbangan dapat diabaikan.
- Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana
ia digunakan.
- Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan
uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah
total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
- Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik
dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah
ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
- Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan;
kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak
pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar
ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indicator bila pH pada titik ekivalen antara 4-10.
Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah
jika penitrasian tetapan disosiasi asam lemah besar dari 104. Pada
reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu satu molekul ke molekul
yang lain.
Dalam aside-alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak senyawa ini
yang dapat melepaskan 1 mol ion H+. Proses untuk menentukan
banyaknya ekivalen asam dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa atau
sebaliknya disebut titrasi, sehingga
Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa.
Proses penambahan
larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana
reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir
teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan,
yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar
(biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim
lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikato
Berbagai indikator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna
pada range pH yang berbeda
(Keenan, 2002).
Fenolphtalein
tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator
tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan
terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya
(Day, 1981).
Metil jingga adalah
garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam suatu larutan banyak
terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning,
sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan
mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan
warna merah dari ion-ionnya
(Day,
1981).
Suatu indikator dapat berubah warnanya pada daerah pH tertentu, misalnya:
Ø Metal
jingga
: merah pH 3,1 – pH 4,4 kuning
Ø Brom timol
biru
: kuning pH 6,0 – pH 7,6 biru
Ø
Fenolftalein
: bening pH 6,0 – pH 9,6 merah
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asm atau basa diperlukan suatu
larutan baku. Larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu melarutkan
samapai volume tertentu, secara langsung konsentrasinya diketahui. Larutan
semacam ini disebut larytan baku primer, contohnya larutan asam oksalat.
Larutan baku yang konsentrasinya ditentukan melalu titrasi dengan larutan baku
primer dinamakan larutan baku sekunder. Contohnya NaOH yang konsentrasinya didapatkan
dengan mentitrasinya dengan larutan baku
primer.
(Team teaching, 2005)
Alat dan Bahan
Prosedur Kerja
Hasil Pengamatan dan
Perhitungan
- Alkalimetri
Penentuan konsentrasi
NaOH dengan larutan baku H2
No V H2C2O4 0,1
N N H2C2O4
V NaOH Vrata-rata NaOH
1 25
mL
0,1 N 23,5
mL ( 23,5 + 24 ) mL
2 25
mL
0,1 N
24
mL
2
=
23,75 mL
Penyelesaian :
Dik : V H2C2O4 = 25 mL
N H2C2O4
= 0,1 N
Vrata-rata
= 23,75 mL
Dit : N NaOH .........?
Penye : V1. N1
= V2 . N2
V H2C2O4 . N H2C2O4
= V NaOH . N NaOH
25 mL . 0,1 N = 23,75 mL . N NaOH
N NaOH = 25 mL . 0,1 N
23,75 mL
=
0,1053 N
a.
Penentuan Asam Asetat dalam Cuka
a.
Berat gelas kimia kosong 100 mL
= 30,4650 gr (a)
b.
Berat gelas kimia + 5 mL
cuka
= 35,2148 gr (b)
c.
Berat
= ( b-a )
= ( 35,2148 – 30,4650 ) = 4,7498 gr
No V CH3COOH
V NaOH N
NaOH Vrata-rata NaOH
1 25
mL 26,8
mL 0,1
N ( 26,8 + 26,6 ) mL
2 25
mL
26,6 mL 0,1
N
2
= 26,7 mL
Penyelesaian :
Dik : V CH3COOH = 25 mL
V
NaOH = 26,7 mL
N
NaOH = 0,1 N
Dit : N CH3COOH = ..........?
Penye : V1. N1 = V2 . N2
V CH3COOH . N CH3COOH = V NaOH . N NaOH
25 mL . N CH3COOH = 26,7 mL . 0,1 N
N CH3COOH = 26,7 mL . 0,1 N
25 mL
= 0,1068 N
Jadi, konsentrasi asam
cuka adalah 0,1068 N
CH3COOH
CH3COO- + H+
BE CH3COO = Mr CH3COOH
Mol
= 60 g/mol
1 mol
=
60 g/ek
Gram CH3COOH = V x N x BE
= 25 mL x 0,1068 N x 60 g/ek
= 0,025 L x 0,1068 ek/L x 60 g/ek
= 0,1602 gr
% CH3COOH
dalam asam cuka = gram CH3COOH x 100%
Gram cuka
= 0,1602 gr x 100%
4,9475 gr
= 3,238 %
2.
Asidimetri
v Pembakuan HCl
0,1 N
No V Na2B4O7.10H2O
N Na2B4O7. 10H2O
V HCl Vrata-rata HCl
1
25
mL
0,1
N
27,5 mL ( 27,5 + 26,4 ) mL
2
25 mL
0,1
N
26,4
mL
2
= 26,95mL
Penyelesaian :
Dik : V Na2B4O7.10H2O
= 25 mL
N Na2B4O7.10H2O = 0,1 N
V
HCl
= 26,95 mL
Dit : N HCl = ..........?
Penye : V1. N1 = V2 . N2
V Na2B4O7.10H2O
. N Na2B4O7.10H2O = V HCl . N HCl
25 mL . 0,1 N = 26,95 mL . N HCl
N HCl = 25mL
. 0,1 N
26,95 mL
= 0,093 N
Analisis kadar NaOH
dan Na2CO3
Labu I
HCl yang dipakai
dengan indicator PP = 3,9 mL (a)
Merah -bening
HCl yang dipakai
dengan indicator Mo = 20,4 mL (b)
Kuning -
orange
HCl yang bereaksi
dengan Na2CO3 = 2 (b-a) mL
= 2 (20,4 mL - 3,9 mL)
= 33 mL (c)
HCl yang bereaksi dengan
NaOH =
b-c
= 20,4 mL – 33 mL
= - 12,6 mL (b-c)
NaOH
Na+ + OH-
% NaOH dalam
contoh = (b-c) x NHCl
x BE NaOH x fp x 100%
Berat contoh
= -12,6 mL x 0,093 N x 40 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= - 0,0126 L x 0,093ek/L x 40 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= - 7,0308 %
% Na2CO3 = c x NHCl x BE Na2CO3
x fp x 100%
Berat contoh
= 33 mL x 0,093 N x 53 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= 0,033 L x 0,093 ek/L x 53 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= 24,39 %
Labu II
HCl yang dipakai
dengan indicator PP = 2,8 mL (a)
HCl yang dipakai
dengan indicator MO = 22,2 mL (b)
HCl yang bereaksi
dengan Na2CO3 = 2 (b-a) mL
= 2 (22,2 mL – 2,8 mL)
= 38,8 mL (c)
HCl yang bereaksi
dengan NaOH = b-c
= 22,2 mL – 38,8 mL
= 16,6 mL (b-c)
NaOH
Na+
+ OH-
% NaOH dalam contoh =
(b-c) x NHCl x BE NaOH x fp x 100%
Berat contoh
= 16,6 mL x 0,093 N x 40 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= 0,0166 L x 0,093 ek/L x 40 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= 9,26 %
% Na2CO3 = c x NHCl
x BE Na2CO3 x fp x 100%
Berat contoh
= 38,8 mL x 0,093 N x 53 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= 0,0388 L x 0,093 ek/L x 53 g/ek x 3 x 100%
2 gr
= 28,68 %
E. Hasil
pengamatan dan perhitungan
No
V FeSO4 V KmnO4
Vrata-rata HCl
Perubahan warna
1
-
4,1 mL ( 4,1+ 3,3 )
mL Bening – merah jingga
2 250 mL
3,3 mL
2
bening – merah jingga
=
3,7
mL
a.
Pembuatan larutan H2SO4 4 N 97 %
Dik : ρ H2SO4 = 1,84 kg/L = 1840 gr/L
% H2SO4
= 0,97 %
Mr H2SO4 =
98,08 gr/mol
V2 H2SO4
= 250 mL
Dit : V1 H2SO4 = ..........?
Penye : M = ρ / Mr
x 0,97 %
= 1840 gr/L x 0,97 %
98,08 gr/mol
= 18, 198 Mol/L
N = 2 M
=
2 x 18,198
= 36,396 N
M1 . V1 = M2 .V2
V1 = 4 N x 250 mL
36,396 N
= 27,5 mL
b . Pembuatan larutan
KMnO4 0,1 N
Reaksinya : MnO4- + 4H+ + 3e → MnO2
+ 2H2O
1 Mol = 3 ek
1 ek = 1/3 Mol
BE =
Mr = 158, 04
2 2
= 70,02 gr/ek
gr = N x V x BE
=
0,1 N x 1L x 79,2 gr/ek
= 0,1 ek/L x 1L x 79,2 gr/ek
= 7,902 gr
Sehingga, kadar Fe = N x VKMnO4 x BE Fe x 100%
mg contoh
= 0,1 N x 3,7 mL x 56 gr/ek x 100%
600 mg
= 0,1 ek/L x 3,7 mL x 56 gr/ek x 100%
600 mg
= 0,1 ek/L x 3,7x10 -3L x 56 gr/ek x 100%
600x10 -3 gr
= 3,45%
a.
Penentuan konsentrasi NaOH dengan larutan baku H2C2O4
Labu I
Dik : V1
NaOH = 24,5 mL
N2 H2C2O4 =
0,1 N
V2 H2C2O4 =
25 mL
Dit :
N NaOH =......... ?
Penye : V
NaOH x N NaOH =
V H2C2O4 x N H2C2O4
24,5 ml x
N NaOH = 25 ml x 0,1 N
N NaOH = 25 mL x 0.1 N / 24,5 ml
= 0.1020 N
Labu II
Dik : V H2C2O4
= 25 mL N H2C2O4 =
0.1 N;
V NaOH
= 23 mL
Dit : N NaOH
= .........?
Penye : V
NaOH x N NaOH =
V H2C2O4 x N H2C2O4
23 ml x N NaOH
= 25 ml x 0,1 N
N NaOH = 25 mL x 0.1 N / 23 ml
= 0.1086 N
Jadi, konsentrasi
rata- rata N NaOH =
N1 + N2 / 2 = 0.1020 N +0.1086 N / 2
= 0.1053 N
Harga N2
rata-rata yang diperloleh melebihi sedikit 0.1 N, artinya harga N2
rata-rata yang diperoleh cukup baik. Setelah N2 rata-rata diketahui,
kita dapat menentukan kadar asam cuka.
b.
Penentuan Asam Asetat dalam Cuka
a.
Berat gelas kimia kosong 100 mL
= 55,2579 g (a)
b.
Berat gelas kimia + 5 mL
cuka
= 57,7240 g (b)
c.
Berat
=( b-a)
= 57,7240 gr – 55,2579 gr
= 2,4661 gr
Labu I
V
H2C2O4 =
25 mL
N1 = ?
V NaOH =
29 mL
N
NaOH rata-rata
= 0.1053 N
V1 x N1
= V2 x N2
maka
N1
= (V2 x N2)/ V1
= (29mL x 0.1053 N)/25 mL
=
0,1221 N
Labu II
V H2C2O4
= 25 mL
N1 = ?
V NaOH =
29 mL
N
NaOH rata-rata = 0.1053 N
N1 =
(V2x N2)/ V1
= (29 mL x 0.1053N)/25 mL
= 0,1221 N
N1
= ∑N2/2
= (0,1221 N + 0,1221 N)/2
= 0,1221 N
Jadi, konsentrasi asam
cuka adalah 0,1221 N.
CH3COOH
CH3COO- + H+
BE CH3COOH
= Mr CH3COOH/mol
= 60 g/mol / 1mol
= 60 g/ek
Gram CH3COOH
= V x N x BE
= 25 mL x 0,1221 N
x 60 g/ek
= 0,025 L x 0,1221
ek/L x 60 g/ek
= 0,18315 g
% CH3COOH
dalam asam cuka = gram CH3COOH/gram cuka x 100%
= 0,18315 g/4,9475
g x 100%
= 3,7018 %
c.
Pembakuan HCl
Labu I
V1
= 25 mL
N1 = 0,1 N
V2 =
27,5 mL
N2
= ?
V1 x N1
= V2 x N2
maka
N2
= (V1 x N1)/ V2
= (25 mL x 0.1 N)/27,5 mL
= 0,091 N
Labu II
V1
= 25 mL
N1 = 0,1 N
V2 =
26,9mL
N2
= ?
N2 =
(V1x N1)/ V2
= (25 mL x 0.1 N)/26,9 mL
= 0,092 N
N2
= ∑N2/2
= (0,091 N + 0,092 N)/2
= 0,0915 N
Harga N2
rata-rata yang diperloleh mendekati 0.1 N, artinya harga N2
rata-rata yang diperoleh cukup baik
d.
Penggunaan HCl yang telah dibakukan untuk menganalisis kadar NaOH dan Na2CO3
Labu I
HCl yang dipakai
dengan indicator PP = 3,9 mL
(a)
HCl yang dipakai
dengan indicator MO = 20,4 mL (b)
HCl yang bereaksi
dengan
Na2CO3
= 2 (b-a) mL
= 2 (20,4 mL - 3,9 mL)
= 33 mL (c)
HCl yang bereaksi
dengan NaOH
= b-c
= 20,4 mL – 3 mL
= - 12,6 mL (b-c)
NaOH
Na+ + OH-
% NaOH dalam
contoh
= (b-c) x NHCl x BE NaOH x fp / berat contoh x 100%
= -12,6 mL x 0,0915 N x 40 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= - 0,0126 L x 0,0915 ek/L x 40 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= - 6,9174 %
%
Na2CO3
= c x NHCl x BE Na2CO3 x fp / berat contoh x
100%
= 33 mL x 0,0915 N x 53 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= 0,033 L x 0,0915 ek/L x 53 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= 24,005 %
Labu II
HCl yang dipakai
dengan indicator PP = 2,8 mL
(a)
HCl yang dipakai
dengan indicator MO = 22,2 mL (b)
HCl yang bereaksi
dengan
Na2CO3
= 2 (b-a) mL
= 2 (22,2 mL – 2,8 mL)
= 38,8 mL (c)
HCl yang bereaksi
dengan NaOH
= b-c
= 22,2 mL – 38,8 mL
= 16,6 mL (b-c)
NaOH
Na+ + OH-
% NaOH dalam
contoh
= (b-c) x NHCl x BE NaOH x fp / berat contoh x 100%
= 16,6 mL x 0,0915N x 40 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= 0,0166 L x 0,0915 ek/L x 40 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= 9,11 %
%
Na2CO3
= c x NHCl x BE Na2CO3 x fp / berat contoh x
100%
= 38,8 mL x 0,0915 N x 53 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= 0,0388 L x 0,0915ek/L x 53 g/ek x 3 / 2 g x 100%
= 28,22 %
Pembahasan
1. alkalimetri
Alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan
menggunakan larutan baku asam.Proses untuk menentukan banyaknya ekivalen asam
dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa atau sebaliknya disebut
titrasi.Dalam percobaan ini diperlukan larutan standar primer,dimana larutan
standar primer adalah larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu
melarutkan sampai volume tertentu. Dalam percobaan ini akan ditentukan
konsentrasi NaOH dan asam asetat dalam cuka dengan menggunakan asam oksalat(H2C2O4)
sebagai larutan standar primernya.
a.Cara membuat larutan
primer asam oksalat(H2C2O4)
Pertama –tama siapkan
asam oksalat padat kemudian timbang asam oksalat tersebut dalam neraca analitik
sebanyak 6,3035 gr kemudian larutkan dalam aquadest hingga mencapai 100 ml
hingga didapat larutan asam oksalat. Larutan ini yang disebut sebagai larutan
standar primer yang akan disimpan dan digunakan dalam penentuan konsentrasi
NaOH dan asam asetat dalam cuka.
b.Penentuan
konsentrasi NaOH dengan larutan baku asam oksalat
Penentuan konsentrasi
NaOH dengan larutan baku asam oksalat berdasarkan atas reaksi :
2 NaOH + (COOH)2
(COONa)2 + H2O
Langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah buret yang sudah bersih dibilas dengan larutan NaOH yang
dipakai dan disi kembali dengan larutan NaOH kemudian labu titrasi 2 buah
dipipet 25 ml larutan baku asam oksalat dan ditambahkan 4 tetes indikator
fenoftalin (PP) kemudian
dititrasi
Titrasi adalah proses
mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam
larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau
dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa
ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar
diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir
stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu
sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan
keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan
perubahan warna indikator. Kedua cara di atas termasuk analisis
titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik
lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi
yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu
dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima
yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah
sebagai berikut :
- Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH
sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
- Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA
sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ =
H2O
Dari kedua reaksi di
atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi
penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri
dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa
kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan
basa lemah.
Khusus reaksi antara
asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif,
karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga
titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran
biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
(Underwood, 1986)
Salah satu analisis titrimetri
yang melibatkan asam basa adalah asidi alkalimetri. Titrasi asam basa sangat
berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam
pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk
dipelajari..
Salah satu dari empat
golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan
atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi
basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa
bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk
dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu
basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk
membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut
(Basset, J, 1994).
Larutan yang
mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu
dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer
adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat
bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar
primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
- Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah
dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
- Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga
sesatan penimbangan dapat diabaikan.
- Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana
ia digunakan.
- Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan
uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah
total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
- Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik
dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah
ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
- Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan;
kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak
pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar
ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3,
natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen
iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan
merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan
standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang
kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu
standar primer
(Basset, J, 1994).
Proses penambahan
larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat)
mana reaksi itu tepat
lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya
titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di
salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya
ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh
penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator
(Basset, J, 1994).
Berbagai indikator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna
pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).
Fenolphtalein
tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator
tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan
terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya
(Day, 1981).
Metil jingga adalah
garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam suatu larutan banyak terionisasi,
dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam
suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+,
terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya
(Day, 1981).
Campuran karbonat dan
hidroksida, atau karbonat dan bikarbonat, dapat ditetapkan dengan titrasi
dengan menggunakan indikator fenolphtalein dan jingga metil
(Day, 1981).
Biasanya ion karbonat
dititrasi sebagai suatu basa dengan suatu asam kuat sebagai titran, dalam hal
mana akan diperoleh dua patahan yang cukup nyata, yang berpadanan dengan reaksi
:
Kesimpulan
Titrasi alkalimetri
pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar konsentrasi NH4OH
(basa lemah) dengan HCl sebagai basa kuat. Reaksi netralisasi dapat diamati
dengan baik ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu dengan
menggunakan indikator MO dan ME (3:1) sebagai indikator visualnya. Reaksi
netralisasinya adalah NH4OH+HCl → NH4Cl+H2O.
Kemungkinan Kesalahan
1. Kurangnya
kosentrasi pratikan-pratikan selama proses praktikum berlangsung
2. Kurang teliti dalam
mencampurkan larutan
3. Kurang teliti dalam
membersikan alat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Ø Khopkar.1984. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Ø Lukum, Astin
P. 2005. Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.
Ø Teaching,Team
. 2005. Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.
Ø Underwood.
1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Tujuan
: Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel sertamampu
menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.
Dasar Teori
Dasar : I2 + 2e
2I-
Yodometri : bila I-
sebagai reduktor
Yodimetri : bila I-
sebagai oksidator
Yodometri I-
(+) oksidator
Sebagai I- biasa dipakai KI. Reaksi dapat berlangsung dalam
lingkungan asam atau netral. Contoh :
BrO3 + 6 H+
+ 6I-
3 H2O + 3 I2 + Br-
IO3 + 6H++5I-
3 H2O + 3 I2
Dalam yodometri I- dioksidis suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat
tidak apa-apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung
sangat lambat dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari.
Cara menghindari :
- Mempebesar [H+]
Jika oksidasinya kuat
dengan menambah H+ atau menurunkan pH
- Memperbesar [I-]
Misalnya oksidasi
dengan Fe3+
Fe3+ + I-
Fe2+ + ½ I2
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi :
misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2
akan masuk dalam pelarut organis ini, sebab I2 lebih mudah larut
dalam senyawa solven organic daripada dalam air.
Cara menentukan
titik akhir titrasi
- Tanpa indikator
Dapat dilakukan karena I2 dalam KI warna kuning, titrasi akhir kalau
warna kuning hilang
- Dengan indikator amilum
Sebab I2 + amilum menghasilkan warna biru. Makin sensitive bila
berisi I- dan kurang sensitive bila larutan panas
Yodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3
sebagai titran untuk menentukan kadar iyodium yang dibebaskan pada suatu reaksi
redoks. Reaksi yang terjadi adalah
Oksidator +2I-
I2 + reduktor
I2 + S2O32-
2I-
+ S4O62-S
Diantara sekian banyak contoh teknik atau dalam analisis kuanitatif terdapat 2
cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secaa
lagsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri(digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secaa
kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun,metode iodimetri ini jarang
dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan
cara tidak langsung disebut iodometri(oksidator yang dianalisi kemudian
direaksikan dengan ion iodide berlebih dalam keadaan yang sesuai yang
selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan
natrium tiosulfat stndar atau asam arsenit).
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas
oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam
kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi
redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
analisi titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi( III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .
Oksidator
+ KI → I2 + 2e I2 + Na2 S2O3
→ NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri
yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan
menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan.
Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor+ I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI +Na2S2O6
Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direksikan
secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam
metode ini adalah indikator kanji.Sedangkan bromometri merupakan metode
oksidasi reduksi dengan dasar reaksi aksidasi dari ion bromat .
BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + Br- + H+ → Br2
+H2O
Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat (warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam berjalan cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine ditambah berlebih dan kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin dapat diperoleh dari penambahan asam kedalam larutan yang mengandung kalium bromat dan kalium bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur
reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan
entimon, sulfida dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari
beberapa substansi ini adalah tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen,
dan reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila
kita melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana
warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna
ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida
dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena
warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang
amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksida yang kuat dapat
dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang
dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk
bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.
Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti tembaga
banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini memberikan hasil
yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang kuat dengan potensial standar dari reaksinya:
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang kuat dengan potensial standar dari reaksinya:
BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai
sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk
membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri seperti
arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi
secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .
Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium bromat
dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas yang
diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi secara
kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide berlebih hadir dalam kasus-kasus
semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah
KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat
kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik
tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa juga reaksi adisi.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa juga reaksi adisi.
Yodimetri
Dalam hal ini I2
sebagai oksidator,maka harus direaksikan dengan suatu oksidator. Reduktor ada 2
macam : reduktor kuat & reduktor lemah
Dengan reduktor kuat
berlangsung sempurna,cepat dan dapat juga berlangsung dalam lingkungan asam.
Alat & bahan
Prosedur kerja
Hasil Pengamatan &
Perhitungan
a.
Yodometri
Standarisasi dengan
larutan KIO3
labu
Perlakuan
Volume
Vrata-rata
Perubahan warna
1
Na2S2O4+KI+H2SO4
43,5 mL
dipakai
Warna
kuning - biru
Na2S2O4+KI+H2SO4
1,3 mL (44,8 + 36,1)
- bening
+
indikator
2
=
44,8 mL 40,45
mL
2
Na2S2O4+KI+H2SO4
35 mL
dipakai
Warna
kuning - merah
Na2S2O4+KI+H2SO4
1,1
mL
muda – biru – bening
+ indikator
= 36,1
mL
Ket : Sebelum titrasi
(terbentuk warna coklat muda)
Setelah titrasi (terbentuk warna bening)
v Standarisasi
dengan larutan KIO3
Pembuatan larutan
standar KIO3
Dik : N KI = 0,1 N
V = 250 mL =
0,25 L
N = gr KIO3
Bex L
gram = N x BE x L
= 0,1 x 2,4 x 0,25
= 5,35 gr
v Pembuatan
larutan standar Natrium tiosulfat 0,1 N
Pada pecobaan ini (pembuatan larutan standar Natrium tiosulfat 0,1 N)
dihasilkan larutan dengan warna coklat dan endapan hitam
v Penetapan Cu
(II) dalam CuSO4 . 5H2O
labu
Perlakuan
Volume
Perubahan warna
1
Na2S2O4+KI+H2SO4 dipakai
6,9 mL
- Sebelum titrasi terbentuk
(warna coklat muda)
2 Na2S2O4+KI+H2SO4+
indikator 1,3 mL -
Setelah titrasi
terbentuk
(warna bening)
= 8,2 mL
v Konsentrasi
larutan CuSO4 di peroleh melalui persamaan berikut:
V1 . N1 = V2 . N2
N2 = V1. N1
V2
= 8,2 mL .
0,1 N
10 mL
= 0,082 N
Dengan persamaan
reaksinya:
CuSO4
Cu2+ + SO42-
Kadar Cu(II) dalam
CuSO4 . 5H2O = V x N x BE x 100%
Berat contoh
=10 mL x 0,082 N x 63, 54
g/ek
2 gr
= 0,01 L x 0,082 ek/L x 63,54
g/ek x 100%
2 gr
= 2,61 %
b.
Yodimetri
v Standarisasi larutan
iod 0,1 N
labu
Perlakuan
Volume Vrata-rata
Endapan yang terbentuk
1
Na2S2O4+KI+H2SO4
8
mL
Coklat muda – kuning -
Yang dipakai
biru
- bening
Na2S2O4+KI+H2SO4
1 mL (9 +
10,5)
+
indikator
2
= 9 mL = 9,75
mL
2 Na2S2O4+KI+H2SO4
9,8
mL
Coklat muda – kuning
-
yang
dipakai
bening
Na2S2O4+KI+H2SO4
0,7 mL + indikator
=
10,5mL
Ket : Sebelum titrasi
(terbentuk warna coklat muda)
Setelah titrasi (terbentuk warna bening)
Penye : Kosentrasi iod
yang diperoleh
V1 . N1 = V2 .
N2
N2 = 10,5 mL . 0,1 N
9 mL
= 0,12 N
A..Yodometri
1. Standarisasi dengan
larutan KIO3
( terbentuk warna coklat & endapan hitam)
- Labu titrasi I
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai
: 47,7 ml
Na2S2O4
+KI + H2SO4 yang dipakai + indikator
: 1,4 ml
- Labu titrasi II
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai
:36 ml
Na2S2O4
+KI + H2SO4 yang dipakai + indikator
:0,8 ml
2. Penetapan Cu
(II)dalam CuSO4.5H2O
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai
: 7,2 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai + indikator : 1,4
ml
Ø sebelum
titrasi (terbentuk warna coklat muda)
Ø setelah
titrasi (terbentuk warna bening)
v
Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
Pada percobaan ini
(Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N) dihasilkan larutan dengan
warna coklat dan endapan hitam.
v
Standarisasi dengan larutan KIO3
Pembuatan larutan
standar KIO3
Diketahui :
N KIO3 =
0,1 N
V
= 250 mL = 0,25 L
N
=
Gram
= N x BE x L
= 0,1 x 2,4 x 0,25 = 5,35 gram
Labu Titrasi I
Volume natrium
tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai yaitu
47,7 mL + 1,4 mL = 49,1 mL. Jadi, V Na2S2O3
yang terpakai adalah sebesar 49,1 mL.Warna larutan yang dihasilkan pada
percobaan ini yaitu dari kuning - biru - bening.
Titrasi II
Pada titrasi II Volume
natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang
terpakai yaitu 36 mL + 0,8 mL = 36,8 mL. Warna larutan yang dihasilkan adalah
dari kuning – merah muda – biru – bening.
v
Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O.
Pada percobaan
Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O volume larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai adalah
7,2 mL + 1,4 mL = 8,6 mL. Sedangkan warna larutan yang dihasilkan adalah
coklat muda – biru – bening.
Ø
Konsentrasi larutan CuSO4 di peroleh melalui persamaan berikut:
V1N1
= V2N2
N2
= V1N1/V2
= 8,6 mL x 0,1 N / 10 mL
= 0,086 N
Dengan persamaan
reaksinya :
CuSO4
Cu2+ + SO42-
Kadar Cu(II) dalam
CuSO4.5H2O) = V x N x BE / berat contoh x 100%
= 10 mL x 0,086 N x 63,54 g/ek / 2 g
x 100%
= 0,01 L x 0,086 ek/L x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 2,73 %
B. Yodimetri
1. Standarisasi
larutan iod 0,1 N
-Labu titrasi
I
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai
: 9 ml
Na2S2O4
+KI + H2SO4 yang dipakai + indikator
: 1 ml
-Labu titrasi II
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai
:10,2 ml
Na2S2O4 +KI + H2SO4 yang
dipakai + indikator : 0,8 ml
Ø sebelum
titrasi (terbentuk warna coklat muda)
Ø setelah
titrasi (terbentuk warna bening)
v Standarisasi
larutan iod 0,1 N
Labu Titrasi I
Volume larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan yaitu
: 9 ml + 1 ml = 10 ml, Jadi, V Na2S2O3 yang
terpakai adalah sebesar 10 mL.Warna larutan pada titik akhir titrasi
terbentuk yaitu : coklat muda – kuning – biru – bening.
Labu Titrasi II
Volume larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan yaitu
: 10,2 mL + 0,8 ml = 11 ml. Warna larutan pada titik akhir titrasi yaitu coklat
muda – kuning – bening.
·
Volume larutan Na2S2O3 yaitu = V1 +
V2 / 2
= 10 mL + 11 mL / 2
= 10,5 mL.
·
Konsentrasi Iod diperoleh:
V1N1
= V2N2
N2
= V1N1 / V2
= 10,5 mL x 0,1 N / 10 mL
= 0,105 N
Pembahasan
Yodium merupakan
oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem yodium yodida ini dapat
dituliskan sebagai reaksi berikut ini :
I2 + 2 e-
2 I- Eo = + 0,535 volt
Yodimetri merupakan
titrasi langsung dengan baku yodium terhadap senyawa dengan potensial oksidasi
yang lebih rendah, yodometri merupakan titrasi tidak langsung, metode ini
diterapkan terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar dari
sistem yodium yodida. Yodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat.
Satu tetes larutan
yodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Untuk menaikkan
kepekaan titik akhir dapat digunakan indikator kanji. Yodium dilihat dengan
kadar yodium 2 x 10-4 M dan yodida 4 x 10-4 M. Penyusun utama kanji adalah
amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan yodium membentuk warna biru, sedangkan
amilopektin membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan
karbon tetraklorida. Adanya yodium dalam lapisan organik menimbulkan warna
ungu.
Dalam percobaan
ini,iodometri & iodimetri dimana dalam titrasi iodometri tak langsung
menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran
untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks dimana
reaksi yang terjadi adalah :
Oksidator + 2I-
I2 + reduktor
I2 + 2S2O32-
2I-
+ S4O62-
1. Pembuatan larutan
standar Na2S2O3 0,1 N
Dimana langkah pertama
yang dilakukan adalah membuat larutan standar Na2S2O3
0,1 N sebanyak 24,8 gr yang dilarutkan dalam aquades,dalam labu ukur 100 ml .
Na2S2O3
0,1 N
Gr
= M x Mr x L
= 0,1 N x 24,8
gr x 0,1 L
= 0,248 gr
Titik akhir titrasi
ditetapkan dengan bantuan indikator kanji, yang ditambahkan sesaat sebelum
titik akhir tercapai. Warna biru kompleks iodium kanji akan hilang pada saat
titik akhir titrasi..
Larutan Na2S2O3
adalah standar sekunder karena sifatnya tidak stabil terhadap oksidasi dari
udar,asam dan adanya bakteri pemakan belerang yang terdapat dalam pelarut..
Larutan Na2S2O3 0,1 N yang telah dibuat
digunakan sebagai titran dalam penentuan Cu(II)dalam CuSO4.5H2O.
2. Penentuan Cu
(II)dalam CuSO4.5H2O
Langkah yang
harus pertama kali dilakukan dalam percobaan ini adalah 1 gr CuSO4.5H2O
ditimbang & dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 50 ml kemudian
dipipet 5 ml kedalam Erlenmeyer,ditambahkan 25 ml KI 20% dan H2SO4
4 N. KI 20 % ditimbang 20 gr kemudian dilarutakan dalam 100 ml, aquades dalam
labu ukur. Sedangkan cara pembutan larutan H2SO4 4 N adalah melarutkan 10 ml
H2SO4 dalam 100 ml aquades
.Reaksi yang terjadi
antara Na2S2O3 dengan KIO3 adalah
:
IO3-
+ 5I- + 6H+
3 I2 + 3H2O
3I- + 6 S2O32-
6I- + 3S4O62-
IO3- + +6 S2O32 + 6H+
I- + 3S4O62-
+ 3H2O
Jadi, BE IO3-
= Mr / 6 = 35,67
Dalam percobaan ini
terbentuk larutan yang ditambahkan dengan Na2S2O3
berwarna coklat & endapan hitam.
Kesimpulan
Dari hasil
percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan :
- Pada percobaan ini iodometri & iodimetri
menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai
titran untuk menentukan kadar iodium
- Titik akhir titrasi ditentukan dengan bantuan indikator
amilum pada saat warna biru hilang.
kemungkinan kesalahan
- Kurangnya kosentrasi pratikan-pratikan selama proses
praktikum berlangsung
- Kurang teliti dalam mencampurkan larutan
- Kurang teliti dalam membersikan alat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Teaching, team. 2008. Modul
Penuntun Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo : UNG
P. lukum, astin. 2005.
Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo : UNG
DAY. J. Y. dan
UNDERWOOD A. L. 2002. Analisis Kimia Kualitatif. EDISI VI.Jakarta :
Erlangga
http ://medicafarma.
Blogspot.com.
http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com
B. Tujuan : Penentuan kadar NaCl dalam
garam dapur dengan cara mohr dan
Volhard
C. Dasar Teori
Titrasi pegedapan
terbatas pada reaksi-reaksi antara ion Ag+ dan anion-anion X-
yaitu : halide, tiosianat dan sianida. Cara-cara ini dimana AgNO3
dipergunakan sebagai larutan standar dinamakan argentometri.
Ag+ + X-
AgX(p)
Suatu reaksi
pengendapan berlagsung berkesudahan bila endapan yang terbentuk mempuyai
kelarutan yang cukup kecil. Didekat titik ekivalennya aka terjadi perubahan
besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menentukan berakhirya
suatu reaksi pengendapan dipergunakan suatu indicator yang baru menghasilkan
suatu endapan bila reaksi dipergunakan degan berhasil baik untuk titrasi
pegendapan ini. Cara mohr menggunaka ion kromat untuk mengendapkan Fe3+
untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat dan cara fajans
menggunakan indikator adsorbsi.
Maka Berdasarkan
pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr
(pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi
dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit
alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk
dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi
yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔
CrO + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔
2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama larutan dapat
diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis
diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan
kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat
mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini.
Namun oleh karena
perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak
memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl
sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar
bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral
atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan
indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh
ion perakion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna
coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
*. Titrasi Penetapan Klorida Secara Mohr
Titrasi ini berdasarkan atas reaksi :
Ag+ + Cl
AgCl (p)
Jika membandingkan hasil kali kelaruta AgCl dan Ag2CrO4,
maka AgCl akan mengendap terlebih dahulu.
Ksp AgCl = 1,8 x
10-10
Ksp agCrO4
=1,9 x10-12
Dengan demikian maka CrO42- dapat
diguakan sebagai indikator untuk titrasi Mohr ini.jika di dalam labu titrasi
terdapat ion Cl- yang megandung sedikit ion kromat ,dengan
menambahkan larutan Ag+ , mula-mula AgCl akan mengendap dan setelah
terjadi pegendapan sempurna dari AgCl ,maka terjadi endapan merah kuning dari
AgCl, maka terjadi endapan merah kuning dari Ag2CrO4, pH
larutan di antara 7 dan 10
2. Metode volhard
Metode ini didasarkan atas pembentukan merah tiosianat dalam
suasana asam nitrat , dengan ion besi(III) sebagai indikator untuk mengetahui
adanya ion tiosianat berlebih .metode ini dapat di pakai untuk penetapan
langsung ion perak dalam larutan ,dengan larutan tiosianat .di samping itu juga
dapat dipakai untuk penetapa kadar ion klorida secara tidak langsung dalam
suasana agak kuat .
Dalam hal ini kepada larutan klorida ditambahkan larutan baku perak
nitrat dalam jumlah yang sedikit berlebihan .kelebihan ion perak dititrasi
terhadap larutan baku tiosianat dengan memakai ion besi (III) sebagai oksidator
.ion-ion asing yang dapat meggangu ialah ion merkuri, Co (II),Ni(II), dan Cu
(II) dalam konsentrasi yang cukup besar.
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan
larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS,
untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah
larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar
KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan
larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans
(Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri
dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan
pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini
adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion
yang diendapkan oleh Ag+.
Titrannya adalah AgNO3
hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan
indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur
agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam
lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada
lapisan sekunder. (Khopkhar, SM.1990)
Pembentukan Endapan
Berwarna
Seperti sistem asam,
basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa.
Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya
suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari
klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator.
Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu
diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas
untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam
konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4 - hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan
dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4 - ↔ 2HCrO4
↔ Cr2O- + 2H2O
Mengecilnya
konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan
sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat
yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.
D.Alat dan Bahan
Prosedur Kerja
F. Hasil pengamatan
Penetapan NaCl dalam
garam dapur (cara Mohr)
labu V
NaCl V AgNO3 N AgNO3 Vrata-rata
AgNO3 Perubahan warna Endapan
Awal
Akhir
1 25 mL 44,2
mL 0,1
N
(44,2 + 44) mL
kuning merah putih
2
pucat bata
2 25
mL 44 mL 0,1
N = 44,1
mL
kuning merah putih
pucat
bata
Hasil perhitungan
Ø Cara Mohr
Dik : V AgNO3 = 44,1 mL
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 mL
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1gr = 1000 mg
Penye :
a.
Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
AgNO3
Ag+ + NO3-
V AgNO3 = V1 + V2 =
44,2 + 44 mL = 44,1 mL
2
2
N NaCl . V NaCl = N AgNO3. V AgNO3
N NaCl = N
AgNO3. V AgNO3
V
NaCl
=
0,1 N x 44,1 ml = 0,1764 N
25
ml
b.
Penentuan NaCl dalam garam dapur (cara Mohr)
NaCl
Na+ + Cl-
Kadar NaCl = V AgNO3 x N AgNO3
x BE NaCl X 100%
Massa contoh
= 44,1 ml x 0,1
N x 58,44 gr/mol X 100%
1 gr
= 0,0441 L x 0,1 L/ek x 58,44 gr /mol X 100%
1 gr
= 25,77 %
Penentuan NaCl dalam
garam dapur (cara Volhard)
labu V
NaCl V KSCN N KSCN Vrata-rata KSCN
Perubahan warna Endapan
Awal
Akhir
1 25
mL 2,7 mL 0,1
N
(2,7 + 2,6) mL
bening putih putih
2
2 25
mL 2,6
mL 0,1
N = 2,65 mL
bening putih putih
Hasil perhitungan
Ø Cara Volhard
Dik : V KSCN = 2,65 mL
N KSCN = 0,1 N
V NaCl = 25 mL
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1gr = 1000 mg
Penye :
- Standarisasi KSCN dengan NaCl
V KSCN = V1 + V2 = 2,7 +
2,6 mL = 2,65 mL
2
2
N NaCl . V NaCl = N KSCN .V KSCN
N NaCl = N KSCN .V KSCN
V
NaCl
=
0,1 N x 2,65 ml = 0,011 N
25
ml
Kadar NaCl = V KSCN x N KSCN x BE NaCl X
100%
Massa
contoh
= 2,65 ml x 0,1 N x 58,44 gr/mol X 100%
1 gr
= 0,00265 L x 0,1 L/ek x 58,44 gr /mol X 100%
1 gr
= 1,55 %
V NaCl
|
VAgNO3(ml)
|
Perubahan wa
|
Endapan
|
|
awal
|
akhir
|
|||
25 ml
|
44,2 ml
|
Kuning pucat
|
Merah bata
|
putih
|
25 ml
|
44 ml
|
Kuning pucat
|
Merah bata
|
Merah bata
|
Hasil perhitungan
Ø Cara Mohr
a. Standarisasi AgNO3
dengan NaCl (indikator K2CrO4)
AgNO3
Ag+ + NO3-
V AgNO3
= V1 + V2 = 46,2 ml + 45,7 ml = 45,95 ml
2
2
N NaCl. V
NaCl.= N AgNO3. V AgNO3
N NaCl.
= N AgNO3. V AgNO3
V NaCl
= 0,1 N x 45,95 ml = 0,1838 N
25 ml
b. Penentuan NaCl
dalam garam dapur (cara Mohr)
NaCl
Na+ + Cl-
V AgNO3 rata-rata
= V1 + V2 = 46,2 ml +
45,7 ml = 45,95 ml
2
2
N AgNO3 =
0,1 N
Massa garam dapur = 1
gr
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Kadar NaCl = V AgNO3
x N AgNO3 x BE NaCl X 100%
Massa contoh
= 45,95 ml x 0,1 N x 58,44 gr/mol X 100%
1 gr
=0,04595 L x 0,1 L/ek x 58,44 gr /mol X 100%
1 gr
= 26,85 %
Ø Cara Volhard
V NaCl (ml)
|
VKSCN (ml)
|
Perubahan warna
|
Endapan
|
|
awal
|
akhir
|
|||
25 ml
|
2,7 ml
|
Bening
|
putih
|
putih
|
25 ml
|
2, 5 ml
|
Bening
|
putih
|
Putih
|
V KSCN rata-rata
= 2,7 ml + 2,5 ml = 2,6 ml
2
N AgNO3 =
0,1 N
Massa garam dapur = 1
gr
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Kemurnian NaCl =
V KSCN x N KSCN x BE NaCl X
100%
Massa contoh
= 2,6 ml x 0,1 N x 58,44 gr/mol X 100%
1 gr
=0,026 L x 0,1 L/ek x 58,44 gr /mol X 100%
1 gr
= 1,519 %
G. PEMBAHASAN
Argentometri merupakan
analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan dengan menggunakan
larutan standar argentum. Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan
atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi
terbentuknya endapan dan zat uji dengan titran AgNO3.
Tujuan dari percobaan
kita kali ini adalah dapat melakukan standarisasi AgNO3 dengan NaCl, dapat
melakukan standarisasi NH4CNS dengan AgNO3, dapat menentukan klorida dalam
garam dapur kasar dengan metode argenometri, serta dapat menentukan bromida
dengan cara Volhard.
Sebelum memulai
percobaan, kita persiapkan alat dan bahannya. Alat yang digunakan diantaranya
adalah labu ukur 250 ml dan 100 ml, Erlenmeyer 100 dan 250 ml, pipet tetes,
corong penyaring, statif, klem, buret asam, gelas beker 50 dan 250 ml, pengaduk
dan kaca arloji, sedangkan bahan-bahan yaitu larutan AgNO3 0,1 (dari AgNO3
padat), NaCl kering, garam dapur kasar, indikator K2CrO4, fluorescein, NHuCNS
padat, larutan HNO3 6 N dan 0,1 N, Indikator feri ammonium sulfat dan larutan
KBr.
a. Standarisasi AgNO3
dengan NaCL ( dengan indikator K2CrO4 ) Metode yang digunakan pada standarisasi
AgNO3 dengan NaCl adalah metode Mohr dengan indikator K2CrO4. Penambahan
indikator ini akan menjadikan warna larutan menjadi kuning. Titrasi dilakukan
hingga mencapai titik ekuivalen. Titik ekuivalen ditandai dengan berubahnya
warna larutan menjadi merah bata dan munculnya endapan putih secara permanen.
Pada percobaan ini,
AgNO3 yang digunakan dibuat sendiri oleh praktikan dengan melarutkan 4,25 gram
AgNO3 dengan akuades hingga volumenya 250 ml (diencerkan dalam labu ukur 250
ml). Dalam pembuatan AgNO3, normalitas yang diharapkan adalah 0,1 N.
Dipilih indikator
K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral. Kalium kromat hanya bisa
digunakan dalam suasana netral. Jika kalium kromat pada reaksi dengan suasana
asam, maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi :
2 CrO+ 2 H+ ↔
Cr2O + H2O
Sedangkan dalam
suasana basa, ion Ag+ akan bereaksi dengan OH-dari basa dan membentuk endapan
Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi :
2 Ag+ + 2OH- ↓ ↔ H2O
Hasil reaksi ini
berupa endapan AgCl. Ag+ dan AgNO3 dengan Cl- dari NaCl akan bereaksi membentuk
endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah ion Cl- dalam NaCl telah bereaksi
semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO dari K2CrO4 (indikator)
yang ditandai dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata. Saat
itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl.
Pemilihan indikator
dilihat juga dari kelarutan. Ion Cl- lebih dulu bereaksi pada ion CrO,
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl- lebih besar
dibandingkan Ag+ dan CrO. Selain itu ion Cl- jika bereaksi dengan Ag+ akan
lebih mengendap karena kelarutannya adalah Ksp AgCl = 1,82 x 10-10 , berdasarkan
reaksi maka : Ksp AgCl = S2 5 10 10 . 35 , 1 10 82 x S Sedangkan kelarutan ion
kromat (Ksp K2CrO4 = 1,1 x 10-12) adalah : Ksp K2CrO4 = 453 17 S = 0,52 .10-3 = = − , 1 −
Dalam proses
standarisasi AgNO3 dengan NaCl digunakan 25 ml NaCl tiap kali titrasi dan
volume rata-rata AgNO3 yang diperlukan dalam percobaan adalah 27,67 ml. Dengan
rumus netralisasi V1.N1 = V2 . N2, maka normalitas AgNO3 dapat dihitung dengan
rumus perhitungan :
3
3 AgNO V
NaCl V. NaCl N
=AgNO N
dan diperoleh hasil N
AgNO3 adalah 0,09 N (Z1). AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa
diperoleh larutan standar AgNO3 0,1 N atau paling tidak mendekati yang nantinya
digunakan untuk menstandarisasi larutan yang lain.
b. Standarisasi AgNO3
dengan NaCl (Indikator Adsorbsi)AgNO3 juga distandarisasi dengan NaCl dengan
indikator adsorbsi yaitu fluorescein. Metode ini disebut dengan metode vajans.
Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat diserap pada
permukaan endapan, sehingga dapat menimbulkan warna. Pada proses standarisasi
diambil / digunakan 25 ml NaCl kemudian ditambah dengan 10 tetes fluorescein,
yang menyebabkan larutan berwarna kuning. Setelah dititrasi dengan AgNO3, maka
warna kuning berangsur-angsur berubah orange dengan endapan berwarna merah
muda. Pada saat itulah tercapai titik ekuivalen. Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3 (aq) + NaCl (aq)
→ AgCl ↓ + NaNO3 (aq)
Endapan berwarna merah
muda dengan endapan berwarna orange karena pengaruh warna flouresiein yang
mempunyai struktu berikut :
OCOOH
Pada titrasi dibutuhkan
volume AgNO3 rata-rata sebanyak 26,4 ml, dengan menggunakan rumus perhitungan
seperti percobaan 1 diatas, diperoleh normalitas AgNO3 yaitu 0,095N (anggap
sebagai Z2). Ternyata hasil 18 standarisasi yang kami lakukan dengan metode
vajans hasilnya lebih mendekati 0,1 N daripada ketika kami menggunakan metode
Mohr.
c. Standarisasi NH4CNS
dengan AgNO3 0,1 N
Proses standarisasi
NH4CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan normalitas dari NH4CNS dari
volume rata-rata NH4CNS yang diperlukan untuk menstandarisasi AgNO3. AgNO3 yang
sudah distandarisasi digunakan untuk menstandarisasi NH4CNS dengan indikator
ferri ammonium sulfat (Fe(NH4)2(SO4)2). Metode ini disebut metode volhard .
Sebelum dititrasi, larutan berwarna keruh. Pada awal penetesan NH4CNS, terjadi
reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS yang berwarna putih dengan
persamaan reaksi :
NH4CNS (aq) + AgNO3
(aq) → AgCNS ↓ (s) + NH4NO3 (aq) AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih,
tetapi larutan masih bening. Sebelum dititrasi tadi, larutan AgNO3 0,1 N
ditambah dengan 2,5 ml HNO3 6 N dan 0,5 ml indikator ferri ammonium sulfat.
Setelah Ag+ dalam
AgNO3 habis bereaksi maka sedikit kelebihan NH4CNS dalam sistem akan
menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe3+ dari ferri ammonium sulfat membentuk
[Fe(CNS)6]3- dengan reaksi :
Fe3+ + 6 CNS →
[Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus
terjadi pada pH asam (rendah). Untuk menimbulkan suasana asam pada sistem
ditambahkan asam nitrat 6 N. Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS) yang memberikan warna merah bata, maka titrasi segera dihentikan.
Pada percobaan,volume
NH4CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 rata-rata adalah 24,93 ml.
dengan rumus mol grek, didapat konsentrasi NH4CNS / normalitas NH4CNS sebesar
0,095 N (anggap sebagai “P”).
d. Penentuan Klorida
dalam Garam Dapur Kasar
0,45 gram garam dapur
kasar yang dilarutkan dalam akuades dan diencerkan hingga 100 ml didalam labu
ukur, kadar NaCl murni yang terkandung dalam 0,45 gram sample tadi dapat
ditentukan dengan 19 menentukan ion Cl- nya menggunakan titrasi argentometri
dan AgNO3 sebagai larutan standar.
Dari larutan garam
dapur yang telah dibuat, diambil 10 ml untuk dititrasi. Indikator yang
digunakan adalah kalium kromat (K2CrO4). Pada awal penambahan, ion Cl- dan NaCl
yang tergantung dalam larutan bereaksi dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga
membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Sedangkan larutan pada awalnya
berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4. Saat terjadi tiik ekuivalen
yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl- habis
dalam sistem.
Dengan penambahan
AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrOdalam
indikator kalium kromat membentuk endapan putih dengan warna merah bata.
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Saat sebelum TE sampai
saat TE _
AgNO3 (aq) + NaCL (aq)
→ AgCl↓ (putih) + NaNO3 (aq)
Saat setelah TE _
2 Ag+ (aq)+ CrO4
2- (aq) → Ag2CrO4 (s)
↓ (endapan putih berwarna
merah bata)
Pada percobaan ini
diperoleh volume rata-rata AgNO3 yang digunakan untuk titrasi adalah 7,0 ml,
kemudian berat NaCl dapat dihitung dengan rumus :
Berat NaCl = Z1/Z2 x
Mr NaCl x V AgNO3
Dimana : Z1 = N AgNO3
(percobaan I)
Z2 = N AgNO3
(percobaan II)
Setelah dihitung,
diperoleh berat NaCl sebesar 38,902 mgram. Dari
berat tersebut dapat
kita hitung kadarnya yaitu :
Kadar NaCl = 100% x
mula mula NaCl berat
dihasilkan yang NaCl
berat
−
Dari perhitungan
didapat kadar NaCl dalam sample sebesar 8,45%.
e. Penentuan Bromida
dalam larutan dengan Metode Volhard
Pada percobaan ini
digunakan indikator Ferri ammonium sulfat
sebanyak 0,5ml. Dengan
begitu suasana harus asam, maka pada sistem
ditambah HNO3 0,1N
sebanyak 1ml. Dalam percobaan ini, 5ml KBr
20
direaksikan dengan
AgNO3 sebanyak 10 ml (0,1N) dan akan menghasilkan
endapan putih AgBr
(berwarna keruh).
Adanya 1ml HNO3 encer
tidak begitu berpengaruh karena AgBr tidak
bereaksi denan HNO3.
AgNO3 dibuat berlebih lalu dari AgNO3 yang bereaksi
dengan Br
- bereaksi dengan
NH4CNS yang diteteskan.
Pada awal penambahan,
terbentuk endapan putih AgCNS, tapi setelah
Ag+ sisa telah habis,
kelebihan sedikit NH4CNS menyebabkan ion CNS
bereaksi dengan Fe3+
dari feri ammonium sulfat membentuk kompleks
[Fe(CNS)6 ]3 yang
berwarna orange. Setelah sesaat terjadi perubahan warna,
berarti titik
ekuivalen telah tercapai dan titrasi segera dihentikan.
Reaksi-reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :
- AgNO3 (aq) +KBr (aq) → AgBr ↓ (putih) + KNO3 (aq)
(sebelum penampahan KH4CNS)
- AgNO3 sisa (aq) + NH4CNS → AgCNS ↓ (putih) + NH4NO3(aq)
- Fe3+ + CNS → (Fe(CNS))3+ (Saat terjadi titik
ekuivalen)
Dari percobaan
diperoleh volume NH4CNS rata-rata yang diperlukan yaui 4,0
ml. dari data tersebut
dapat dihitung banyaknya Kbr dari hasil standarisasi
dengan menggunakan
rumus
(V1 x Z1/Z2) – (V2 x
p) x Mr KBr
Dimana : P = NH4CNS
Z1 atau Z2 = NAgNO3
Dengan perhitungan
diperoleh banyaknya Kbr Hasil standarisasi adalah
67,83mgram.
H. Kesimpulan
- Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan
standar AgNO3. Ada 4 metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard,
Vajans, Duckel.
- Normalitas Dengan indikator K2CrO4 N AgNO3 = AgNO3 hasil standarisasi dengan NaCl : Dengan indikator
adsorbsi ( fluorescein ) N AgNO3 = 0.095 N 0,09 N
- Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 dihasilkan normalitas
NH4CNS adalah 0,095 N.
- Kadar NaCl dalam garam kasar sebesar 86,45%, dengan
berat NaCl dalam larutan sample garam dapur kasar adalah 38,902 mgram.
- Banyaknya KBr hasil standarisasi adalah 73,78 gram.
Kemungkinan kesalahan
- Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna
antara teori dengan praktikan.
- Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar
ataupun larutan ujinya.
- Adanya kesalahan-kesalahan teknis dalam titrasi semisal
volume penetesan larutan standar terlalu berlebih.
DAFTAR PUSTAKA
Day RA. Jr dan Al
Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.Jakarta : Erlangga
Harizul, Rivai. 1995.
Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press 22
Hastuti, Sri, M.Si,
dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I. Surakarta :
Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Khopkhar, SM. 1990.
Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Skogg. 1965.
Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College Publishing
Tujuan
: Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel serta
mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi
pembentukan kompleks.
Dasar Teori
Titrasi kompleksometri
adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan
zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat
(dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan
perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
M++ + (H2Y)=
(MY)= + 2 H+
M3+ + (H2Y)=
(MY)- + 2 H+
M4+ + (H2Y)=
(MY) + 2 H+
Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk
hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini
pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri
:
Ag+ + 2 CN-
Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl-
HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi
kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan
(formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi.
Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion
logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral.
(Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri
juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks
ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA.
Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi
dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n
+ L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin
tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis
asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat
(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen -
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
(Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk
senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA
merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat
terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam
yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan
jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.
(Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks
dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi
pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks
logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator
demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit;
1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein
blue.
(Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan
yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-,
karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan
ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks
perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang
membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion
ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu.
(Rival, 1995).
Titrasi dapat
ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat
digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna
harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam
telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna
itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator
logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi,
tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam
itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada
titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara
indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM)
sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen.
Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12,
Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+
dengan indikator
murexide.
(Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul
dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan
pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air,
dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak
tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium.
(Harjadi, 1993).
M adalah kation
(logam) dan (H2Y)= adalah garam dinatrium edetat.
Kestabilan dari senyawa
kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh
karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu
alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
Penetapan titik akhir
titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus
lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam.
Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks
indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka
terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini
berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu
sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada
pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna
kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks
logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi
Naftol
Indikator ini
memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan menjadi biru
jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri
umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk
senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan
titrasi kembali.
Ion logam dapat
menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk senyawa koordinasi
atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut ligan. Ligan
merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan elektron.
Mn+ + : L
(M : L)n+
Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan
ligan yang mempunyai lebih dari satu tempat untuk berikatan. Rumus molekul zat
tersebut dinyatakan sebagai berikut:
HOO-CH2
CH2-COOH
N- CH2- CH2 N
HOOC-CH2
CH2-COOH
EDTA ini dapat
membentuk lingkaran yang menjepit ion logam dan senyawa yang di hasilkan
disebut sepit (chelate)
HOO-CH2
CH2-COOH
N- CH2- CH2 N
CH2
CH2
C- O- M- O- C
O
O
Bentuk asam dari EDTA
dapat ditulis sebagai H4Y
Jika asam ini dapat
direaksikan dengan basa, misalnya NaOH, akan di netralkan dalam berbagai
tingkatan menjadi H3Y-, H2Y2-, HY3-,dan
akhirnya Y4-.
Asam yang bebas H4Y
dan gsram NaH3Y tidak cukup larut dalam air, sedangkan NaH2Y
melarut dengan baik dalam air. Selama titrasi ion logam dengan Na2H2Y
selalu terjadi ion hidrogen.
Mg2+ + H2Y2-
MgY2- + 2H+
Ca2+ + H2Y2-
CaY2- + 2H+
Al3+ + H2Y2-
AlY- + 2H+
Secara umum dapat
ditulis:
Mn+ + H2Y2+
MY(n-m)+ 2H+
Oleh karena terbentuknya
ion H+ selama titrasi, maka untuk mencegah perubahan pH harus
dipergunakan larutan penyangga.
Dari reaksi diatas
terlihat bahwa ion logam bereaksi dengan EDTA denagan perbandingan molar 1: 1.
Suatu hal penting
dalam perkembangan titrasi EDTA, yaitu penemuan indikator logam, yang
memungkinkan titrasi ini dilakukan dalam larutan untuk konsentrasi yang sangat
encer.
Saat ini dikenal
berbagai macam indikator logam antara lain Erichrome Black T (Selechrome Black/
EBT/ Erio T). Struktur indikator ini adalah sebagai berikut:
OH
OH
-O3S
- N= N-
NO2
Indikator ini dapat
membentuk kompleks bewarna hampir semua logam. Erio T adalah asam berbasa tidak
yang dapat ditulis sebagai berikut:
H2Ind
Hind2-
Ind3-
Merah pH 5,3- 7,3 Biru pH 10-
11
Jingga
Pada pH Hind2-
berwarna biru. Bentuk indikator ini bereaksi dengan magnesium membentuk
kompleks yang berwarna merah. Kompleks Mg Ind lebih lemah dari pada MgY2-
. Dengan demikian Mg dari Mg Ind membetuk kompleks MgY2-.
Mg Ind + H2Y2-
MgY2- + H Ind2- + H+
Merah
tidak berwarna
Biru
Salah satu jenis
reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan secara
titrimetri adalah pembentukan suatu zat yang dikenal sebagai senyawa kompleks,
yang mempunyai sifat larut dengan baik tetapi hanya sedikit terdisosiasi. Ion
logam dapat menerima pasangan elektron dari gugus donor elektron membentuk
senyawa koordinasi atau ion kompleks. Ion dalam logam dalam kompleks tersebut
dinamakan atom pusat sedangkan zat yang dapat membetuk seyawa kompleks dengan
atom pusat ini disebut ligan, da gugus yang terikat pada atom pusat disebut
bilangan koordinasi.
Contoh:
Ag+ + 2 CN
Ag(CN)
Dalam kompleks
Ag(CN) ini, perak merupakan atom pusat dengan bilangan koordinasi dua
sianida adalah ligannya. Beberapa contoh kompleks yang khas dapat dilihat pada
tabel :
Ion logam
|
ligan
|
Kompleks
|
Nama kompleks
|
Bilanagan koordiasi
logam
|
Ag+
Cu2+
Fe3+
Ni2+
Cr3+
|
NH3
NH3
CN-
CN-
CN-
|
Ag (NH3)2+
Cu(NH3)42+
Fe(CN)63-
Ni(CN)4
Cr(CN)63-
|
Diamin Argentat (I)
Tetrami Kuprat (II)
Heksasiano Ferat
(III)
Tetra siano nikelat
(II)
Heksa Siano Kromat
(III)
|
2
4
6
4
6
|
Molekul atau ion yang
berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai atom elektronegatif seperti
nitrogen, oksigen atau halogen. Ligan dalam senyawa kompleks adalah suatu atom
atau gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan elektron bebas. Molekul air,
amoniak, ion klorida da io sianida merupakan contoh dari ligan yang sederhana
yang membentuk kompleks dengan banyak ion logam.
ü Titrasi dengan
ligan polidentat
Ion logam dengan
beberapa ligan polidentat dapat membentuk kompleks yang larut dalam air. Berbeda
dengan ligan monodentat yang dapat bereaksi hanya dalam beberapa tahap, ligan
polidentat ini bereaksi hanya dalam satu tahap pada pembentukan kompleks.
Selain itu reaksinya pun sederhana yaitu membentuk komplek 1:1 telah dikenal
berbagai ligan polidentat tetapi yang akan dibicarakan adalah titrasi ion logam
dengan ligan asam etilendiamin tetra asetat (EDTA)
ü Faktor-faktor
yang mempengaruhi kurva titrasi
·
pH Larutan
pada bagian 4 telah
dituliskan bahwa harga derajat
disosiasi EDTA, a4,
bergantung pada pH laruta seprti pada tabel 10.3 harga a4 pada
berbagai pH dihitung berdasarkan rumusan yang telah diuraikan pada bagian 4.
dari tabel 10.3 terlihat bahwa semakin besar harga pH maka harga a4
pun semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar harga pH semakin
besar konsentrasi Y4- dalam larutan.
pH
|
a4
|
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
|
3,7 ´ 10-14
2,5 ´ 10-11
3,6 ´ 10-9
3,5 ´ 10-7
2,2 ´ 105
4,8 ´ 104
5,4 ´ 10-3
0,052
0,35
0,85
0,98
|
·
Harga Kf
Pengaruh harga Kf
terhadap pM pada pH 7. sebelum titik ekivalen semua ion logam mempunyai
harga pM yang semua karena semua ion logam mempunyai konsentrasi yang sama
sedangkan harga Kf belum berpengaruh pada saat ini. Ketika titik
ekivalen tercapai, harga Kf mulai berperan mempengaruhi harga pM.
·
Indikator ion logam
Indikator ion logam
adalah suatu zat warna organik
Yang membentuk kelat
berwarna dengan ion logam pada rentang pM. Beberapa kriteria yang perlu
dijadikan acuan dalam memilih indikator ion logam antara lain: ikatan zat warna
dengan ion logam harus lebih pernah dari pada ikatan ion logam dengan EDTA dan
perubahan warna harus mudah diamati mata.
Kebanyaka
indikator ion logam mengandung gugs fungsi azo. Salah satu indikator ion logam
yang paling banyak digunakan adalah eriochrome black T (EBT) yang
mempunyai rumus struktur molekul berikut:
OH
OH
-O3S
N= N
O2N
Alat Dan Bahan
Prosedur Kerja
Hasil pengamatan dan
perhitungan
a. Standarisasi
larutan EDTA
V EDTA(ml)
|
Perubahan warna
|
|
Awal
|
akhir
|
|
36,7 ml
|
Merah muda
|
ungu
|
Perhitungan
- Molaritas EDTA
V1. M1
= V2.M2
M2 =
V1. M1
V2
= 25 ml x 0,01 M
36,7 mL
= 0,006 M
Konsentrasi Ca
N Ca (mg/L) = A X B X
1000 X Ar Ca
mL sampel
= 36,7 mL x 0,006 M x 40,08 mg/mmol
25 ml
= 0,0367 L X 0,006 mol /L X 40,08 gr/mol
0,025 L
= 0,35 N
- Penentuan Nikel Secara Kompleksometri
M EDTA (ml)
|
Volume
EDTA(mL)
|
V
EDTA Perubahan warna
|
|
Rata-rata
Awal
|
akhir
|
||
0,01 M
|
3
mL
2
mL
|
2 + 3 Merah
ungu
2
Merah ungu
= 2,5 mL
|
Biru
Biru
|
Diketahui : Vsampel
= 25 mL
Molaritas EDTA = 0,01 M
VEDTA = 2,5 mL
Be Ni = 29,35 g/ek
Ditanya :
Kadar Nikel dalam larutan sampel …?
Penye
: Berat Ni = N EDTA x VEDTA x Be Ni
= 0,01 N x 2,5 mL x 29,35 g/ek
= 0,01 ek/L X 0,0025 L X 29,35 gr/ek
= 73,37 gr
Kadar Ni = N EDTA x VEDTA x Be Ni x 100%
mL
sampel
= 0,01 N x 2,5 mL x 29,35 g/ek x 100%
25 ml
= 0,01 ek/L X 0,0025 L X 29,35 gr/ek x 100%
25
ml
= 2,935 %
Pembahasan
Titrasi kompleksometri
adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan
zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat
(dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan
perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
M++ + (H2Y)=
(MY)= + 2 H+
M3+ + (H2Y)=
(MY)- + 2 H+
M4+ + (H2Y)=
(MY) + 2 H+
M adalah kation
(logam) dan (H2Y)= adalah garam dinatrium edetat.
Kestabilan dari
senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari
larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang
terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
Salah satu jenis
reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan secara
titrimetri adalah pembentukan suatu zat yang dikenal sebagai senyawa kompleks,
yang mempunyai sifat larut dengan baik tetapi hanya sedikit terdisosiasi. Ion
logam dapat menerima pasangan elektron dari gugus donor elektron membentuk
senyawa koordinasi atau ion kompleks. Ion dalam logam dalam kompleks tersebut
dinamakan atom pusat sedangkan zat yang dapat membetuk seyawa kompleks dengan
atom pusat ini disebut ligan, da gugus yang terikat pada atom pusat disebut
bilangan koordinasi.
Contoh:
Ag+ + 2 CN
Ag(CN)
Dalam kompleks
Ag(CN) ini, perak merupakan atom pusat dengan bilangan koordinasi dua
sianida adalah ligannya.
Ligan dalam senyawa
kompleks adalah suatu atom atau gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan
elektron bebas. Molekul air, amoniak, ion klorida da io sianida merupakan
contoh dari ligan yang sederhana yang membentuk kompleks dengan banyak ion
logam.
ü Titrasi dengan
ligan polidentat
Ion logam dengan
beberapa ligan polidentat dapat membentuk kompleks yang larut dalam air.
Berbeda dengan ligan monodentat yang dapat bereaksi hanya dalam beberapa tahap,
ligan polidentat ini bereaksi hanya dalam satu tahap pada pembentukan kompleks.
Selain itu reaksinya pun sederhana yaitu membentuk komplek 1:1 telah dikenal
berbagai ligan polidentat tetapi yang akan dibicarakan adalah titrasi ion logam
dengan ligan asam etilendiamin tetra asetat (EDTA)
ü Faktor-faktor
yang mempengaruhi kurva titrasi
·
pH Larutan
pada bagian 4 telah
dituliskan bahwa harga derajat
disosiasi EDTA, a4,
bergantung pada pH laruta seprti pada tabel 10.3 harga a4 pada
berbagai pH dihitung berdasarkan rumusan yang telah diuraikan pada bagian 4.
dari tabel 10.3 terlihat bahwa semakin besar harga pH maka harga a4
pun semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar harga pH semakin
besar konsentrasi Y4- dalam larutan.
·
Harga Kf
Pengaruh harga Kf
terhadap pM pada pH 7. sebelum titik ekivalen semua ion logam mempunyai
harga pM yang semua karena semua ion logam mempunyai konsentrasi yang sama
sedangkan harga Kf belum berpengaruh pada saat ini. Ketika titik
ekivalen tercapai, harga Kf mulai berperan mempengaruhi harga pM.
·
Indikator ion logam
Indikator ion logam
adalah suatu zat warna organik
Yang membentuk kelat
berwarna dengan ion logam pada rentang pM. Beberapa kriteria yang perlu
dijadikan acuan dalam memilih indikator ion logam antara lain: ikatan zat warna
dengan ion logam harus lebih pernah dari pada ikatan ion logam dengan EDTA dan
perubahan warna harus mudah diamati mata.
Kebanyakan
indikator ion logam mengandung gugs fungsi azo. Salah satu indikator ion logam
yang paling banyak digunakan adalah eriochrome black T (EBT) yang
mempunyai rumus struktur molekul berikut:
Penetapan titik akhir
titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus
lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam.
Dalam percobaan dalam
kompleksometri ini, dimana kita melakukan atau mencoba standarisasi larutan
EDTA dan juga penetapan kadar nikel dalam nikel sulfat (). Telebih dahulu kita
menimbang dengan teliti 0,5 gram CaCO3 yang murni dan telah
dikeringkan sebelumnya pada suhu 100˚C. Setelah mencapai 100 ˚C kita
memindahkan zat padat tadi pada labu takar 1000 ml dengan menggunakan air
suling dan menambahkan setetes demi setetes 1:1 sampai berhenti bergelegak dan
larutan menadi jernih. Mengencer sampai pada batas dan mengocok sampai homogen.
Setelah itu larutan
yang kita masukkan kedalam lubu takar tadi kita mengambil dengan pipet 25 ml
dan masukkan ke erlenmeyer, dan tambahkan 2 ml larutan Buffer dengan pH 10 dan
tambahkan 50 mg EBT. Setelah penambahan maka anjurkan dengan titrasi dengan
menggunakan EDTA sampai teradi perubahan warna dari merah unggu ke biru.setelah
itu mengulangi pengeraan yang sama 2 atau 3 kali. Setelah selesai melakukan
pekerjaan maka menghitung molaritas dari EDTA.
Cara yang kedua dalam
percobaan ini, dimana pertama-tama kita masukan air kedalam erlenmeyer dengan
berukuran 25 ml, kemudian kita menambahkan 5 ml larutan NaOH 0,1 M sehingga pH
larutan berkisar 12-13 kemudian menambahkan seujung sendok indikator murexid,
setelah menambahkan indikato kita lanjutkan titrasi pelahan-lahan dengan
larutan EDTA yang telah di bakukan hingga warna indikator berubah dari warna
merah ungu menjadi biru..
Dari hasil percobaan
diatas maka kita bisa mengetahui konsentrasi dari masing-masig percobaan tadi.
Kesimpulan
Dari percobaan diatas
maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa:
- Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan
pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks.
- Ligan dalam senyawa kompleks adalah suatu atom atau
gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan elektron bebas. Molekul air,
amoniak, ion klorida da io sianida merupakan contoh dari ligan yang
sederhana yang membentuk kompleks dengan banyak ion logam.
Kemungkinan kesalahan
a. Kurangnya konsentrasi
prakiktkan selama proses praktikum berlangsung
b. Kurang teliti dalam
mencampurkan larutan
c. Kurang teliti dalam
membersikan alat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Team teaching. 2008. Penuntun
Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik. UNG.
Lukum, P, Astin. 2008.
Bahan Ajar Dasar-DasarKimia Analitik. UNG : jurusan Pendidikan Kimia.
Day, JR dan Underwood.
Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta
Harjadi, W. 1993. Ilmu
Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Khopkar S. M. 1990. Konsep
Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
Svehla, G, 1990, Buku
Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi ke-5. PT
Kalman Media Pustaka. Jakarta
Waktu Hari ini
Mesin Pencari
Subscribe To Our Site
Copyright
Kromatografi pertukaran ion
A. PRINSIP DASAR
Kromatografi pertukaran ion adalah salah satu teknik
pemurnian senyawa spesifik di dalam larutan campuran. Prinsip utama dalam
metode ini didasarkan pada interaksi muatan positif dan negatif antara molekul
spesifik dengan matriks yang barada di dalam kolom kromatografi.
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ilmuwan bernama Thompson pada
tahun 1850.
Secara umum, teradapat dua jenis kromatografi pertukaran ion, yaitu:
- Kromatografi
pertukaran kation, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan positif
dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan negatif. Kolom yang
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus karboksil (-CH2-CH2-CH2SO3- dan -O-CH2COO-). Larutan penyangga (buffer) yang
digunakan dalam sistem ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam malonat, buffer MES dan fosfat.
- kromatografi
pertukaran anion, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan negatif
dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan positif. Kolom yang
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus
-N+(CH3)3, -N+(C2H5)2H, dan –N+(CH3)3. Larutan penyangga (buffer) yang
digunakan dalam sistem ini adalah N-metil piperazin, bis-Tris, Tris, dan
etanolamin.
Metode
ini banyak digunakan dalam memisahkan molekul protein
(terutama enzim).
Molekul lain yang umumnya dapat dimurnikan dengan menggunakan kromatografi
pertukaran ion ini antara lain senyawa alkohol,
alkaloid,
asam
amino,
dan nikotin.
http://www.gelifesciences.com/aptrix/upp00919.nsf/Content/38290C2764AC28D6C1257628001D5A77/$file/18114322AC.pdf.
Diakses pada 10 februai 2012.
B.
PROSES PEMISAHAN
Kromatografi penukar kation merupakan metode yang tepat untuk mengukur total kation atau anion di dalam larutan berair. Jika air dilewatkan melalui kolom penukar kation dengan resin H+, maka kation-kation di dalam air akan akan menghalangi pertukaran dengan ion H+ dari resin. Ion hydrogen yang dibebaskan dihitung melalui titrasi dengan standar alkali. Di dalam analisis air dikenal satuan “keasaman mineral ekivalen” (sma) yang menyatakan konsentrasi total kation sebagai ppm dari CaCO3 (mg CaCO3 perliter air) (Tim Labor Kimia Fisika, 2010)
Resin penukar ion merupakan salah satu metoda pemisahan menurut perubahan kimia. Resin penukar ion ada dua macam yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Jika disebut resin penukar kation maka kation yang terikat pada resin akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitupun pada resin penukar anion maka anion yang terikat pada resin akan digantikan pleh anion pada larutan yang dilewatkan ( Wahono,2007 ).
Prinsip dari percobaan ini adalah mengganti atau mempertukarkan ion yang terikat pada polimer pengisi resinnya dengan ion yang dilewatkan. Selain itu jangan melakukan kesalahan ataupun kecerobohan sehingga dapat merusak peralatan yang digunakan ( Wahono,2007 ).
Pengertian Penukar Ion
Penukar ion dapat berupa suatu zat dan penukar itu sendiri adalah zat padat tertentu yang dapat membebaskan ionnya kedalam larutan ataupun menggantikan ion lain dari ion larutan. Berupa butiran, biasa disebut resin yang tidak larut dalam air. Dalam strukturnya, resin ini mempunyai gugus ion yang dapat dipertukarkan. Contoh : pengolahan air dengan penukaran ion untuk produksi uap didalam sebuah ketel uap. Air umumnya mengandung ion kalsium. Karena terjadi penguapan,konsentrasi kapur didalam ketel akan meningkat sehingga menimbulkan kerak. Kerak ini akan menyebabkan pemborosan bahan bakar,karena menghambat panas. Oleh karena itu kadar kapur harus seminimal mungkin. Salah satu caranya adalah dengan penukar ion dengan penukar resin yang mengandung gugus natrium. Air dilewatkan ke dalam tumpukan butiran resin.
Alat penukar ion organik banyak sekali digunakan pada industri-industri. Dan hanya terbagi menjadi dua macam yaitu :
a. Resin Penukar Kation
Adalah resin yang akan menukar atau mengambil kation dari larutan. Apabila yang dialirkan larutan garam, MX kedalam buret yang telah berisi resin penukar kation, maka akan terjadi suatu reaksi pertukaran :
MX (aq) + Res-H → HX (aq) + Res- M
b. Resin Penukar Anion
Adalah resin yang akan menukar dan mengambil anion dari larutan. Apabila dialirkan suatu larutan dalam buret yang telah berisi resin penukar anion, maka akan terjadi suatu reaksi penukaran :
MX (aq) + Res-H → H2O (aq) + Res-X
Resin penukar anion yang positif adalah gugus yang dapat terionisasi memberikan ionnya, misalnya penukar anion amkuartener, merupakan penukar anion yang sangat kuat, sedangkan resin penukar anion basa lemah yang mengandung gugus ion. Baik penukar anion maupun penukar kation dapat dianggap sebagai resin suatu senyawa asam atau basa yang tidak larut dan dapat berreaksi sebagai asam atau basa. Tetapi bagian yang terikat pada struktur atomnya tidak dapat lepas.
Ion yang dapat menggantikan muatannya dengan ion disebut counter ion, digunakan untuk penukar kation dalam kation dan penukar anion dalam anion. Tipe penukar ion dalam suatu reaksi tertentu, misalnya resin asam salah satu caranya adalah H+ atau muatan lain yang sama muatannya, penukar ion kita pilih sedemikian rupa sehingga ion yang digantikan adalah H+ atau OH-.
Dalam pertukaran ion, suatu larutan resin dibiarkan mengalir melewati suatu susunan bahan yang terbuat dari butiran zeolit atau suatu resin pertukaran ion. Ion-ion dalam larutan menjadi terikat pada bahan itu dan kemudian menggeser ion yang sama tandanya. Pertukaran ion digunakan dalam pelunakan ion. Pertukaran ion dalam desalinasi adalah sebagian pasangan dari salah satu proses lain.
Resin pertukaran ion organik menunjukkan sifat-sifat yang menguatkan untuk tujuan-tujuan pemisahan. Untuk memisahkan ion sering digunakan resin penukar anion, hal ini disebabkan pada kondisi tertentu ion-ion logam dapat membentuk senyawa komplek anion dengan ciri-cirinya ion yang bermuatan negatif, dan memiliki pasangan ion yang dapat disumbangkan untuk membentuk ikatan koordinasi yang baik ( Hiskia, 1994 ).
Resin penukar ion merupakan suatu polimer dengan berat molekul yang cukup tinggi dan memiliki gugus-gugus tertentu . Resin penukar kation mengandung gugus karboksilat, sufanoat, fenolat atau gugus lain dan sejumlah kation ekivalen. Resin penukar kation mengandung kation bebas yang dapat dipertukarkan dengan kation dalam suatu larutan. resin penukar kation dapat dipertukarkan dengan kation lain, seperti reaksi:
2(Res. SO3-)H+ + Na+(lar) —–> 2(Res. SO3-)Na+ + H+(lar)
Dalam reaksi diatas, kation H dapat ditukar dengan kation Na secara ekivalen. Pertukaran ion terjadi secara stoikiometri deimana setiap satu ion H diganti oleh satu ion Na. Sedangkan dua atom H diganti dengan satu ion Ca(II) dan seterusnya. Ion yang dapat ditukar merupakan ion lawan yang tidak terikat dengan kuat pada matrik polimer.
Apabila larutan NaCl dialirkan melalui kolom resin penukar kation, maka dapat terjadi peristiwa:
NaCl + H-Res —–> Na-Res + HCl
Reaksi kesetimbangan di atas menunjukkan bahwa H-Res menggambarkan resin dalam lingkar hidrogen. Dari reaksi tersebut terlihat bahwa jumlah ion Na+ diganti dengan jumlah ion H+ setara dengan jumlah Na+ tersebut. Kesimpulannya adalah bahwa meskipun dimasukkan larutan NaCl, larutan yang keluar adalah HCl.
Jumlah NaCl yang dapat diubah menjadi HCl, tergantung pada kapasitas resin dan jumlah resin yang terdapat dalam kolom. Apabila resin mencapai batas kapasitas penukaran, arah reaksi dapat dibalik (seperti diatas) yang disebut dengan proses regenerasi.
Resin penukar kation dapat dibagi menjadi dua yaitu asam kuat dan asam lemah. Resin penukar kation asam kuat misalnya yang mengandung gugus sulfanoat sehingga atom H dapat diganti oleh atom Na dari NaCl. Resin penukar kation asam lemah mengandung gugus karboksilat yang memerlukan larutan dengan pH>7 untuk dapat mengganti atom H.
C.
CONTOH PERTUKARAN ION
Contoh
kromatografi pertukaran ion:
pengolahan air dengan penukaran ion untuk produksi uap didalam sebuah
ketel uap. Air umumnya mengandung ion kalsium. Karena terjadi penguapan,konsentrasi
kapur didalam ketel akan meningkat sehingga menimbulkan kerak. Kerak ini akan
menyebabkan pemborosan bahan bakar,karena menghambat panas. Oleh karena itu
kadar kapur harus seminimal mungkin. Salah satu caranya adalah dengan penukar
ion dengan penukar resin yang mengandung gugus natrium. Air dilewatkan ke dalam
tumpukan butiran resin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar